1. Ma’rifah kepada Rabb dengan Segala Sifat-Nya
Ma’rifah kepada Rabb dengan segala sifat-Nya, baik qudrat-Nya, kecukupan-Nya, kemadirian-Nya, dan semua perkara berakhir pada pengetahuan-Nya dan muncul dari kehendak-Nya, yakin dengan kecukupan waki-Nya, kesempurnaan berdiri-Nya dengan urusan yang diserahkan kepada-Nya, sedangkan selain-Nya tidak akan mampu berdiri pada maqam-Nya daklam semua perkara itu. Ibnu Qayyim berkata, “Ma’rifah ini adalah derajat pertama di mana seorang hamba mula-mula menapakkan kakiknya pada maqam tawakkal.”
2. Menetapkan Sebab-sebab, Memeliharanya, dan Meyakininya
Tawakkal seorang hamba tidak akan menjadi benar, melainkan dengan penetapan sebab-sebab. Karena tawakkal adalah sebab yang paling kuat untuk mendapatkan apa-apa yang ia bertawakkal deminya. Akan tetapi, di antara yang menyempurnakan tawakkal adalah tidak cenderung kepada sebab-sebab tersebut, tidak mengandalkannya dan memutuskan tali hubungan antara hati dengannya. Oleh karena itu, tawakkal tidak sempurna melainkan dengan membuang sebab-sebab dari wilayah hati. Demikian pula, ketergantungan seluruh anggota badan dengan sebab-sebab itu, sehingga ia bisa terputus darinya dan bisa terkait dengannya.
3. Hati yang Kokoh dalam Maqam Tauhid
Sesungguhnya tawakkal seseorang tidak akan menjadi bagus sehinnga tauhidnya menjadi benar. Bahkan sesungguhnya hakikat tawakkal adalah tauhid dalam hati. Selama padanya masih ada kaitan-kaitan dengan kesyirikan, maka tawakkalnya lemah dan tercampur. Sebesar kemurnian tauhid, sebesar itu pula kebenaran tawakkal.
4. Hati selalu Bersandar kepada Allah, Selalu Tenang, Tumakninah, dan Percaya kepada-Nya
Seorang yang bertawakkal seperti anak kecilyang tidak tahuapa-apa. Ia tidak berlindung selain kepada tetak ibunya. Demikian pula, seseorang yang bertawakkal, ia tidak pernah berlindung melainkan kepada Rabbnya.
5. Husnuzhzhan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Husnuzhzhann kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala termasuk bagian yang menjadi pendorong untuk bertawakkal, di mana tawakkal tidak terbayang akan terjadi melainkan dari seseorang yang berprasangka baik kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ibnu Qayyim berkata, “Fakta menunjukkan bahwa prasangka baik mendorongnya untuk tawakkal kepada-Nya. Karena sesungguhnya tawakkal tidak terbayang akan terjadi pada orang yang Anda berprasangka buruk kepada dirinya, sebagaimana tidak akan ada tawakkal pada orang yang tidak menjadi harapan Anda.”
6. Hati yang Menyerah Kepada-Nya dengan Semua Motivasi yang Tersedot Kepada-Nya serta memutuskan Aksi Memusuhi-Nya
Demikian ini sebagian dari penyerahanyang sempurna kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ia tidak berkehendak melainkan yang dikehendaki oleh Allah, tidak mencintai melainkan apa-apa yang dicintai Allah, tidak membenci melainkan apa-apa yang dibenci oleh Allah, dan tidak melakukan atau meninggalkan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah untuk melakukannya atau meninggalkannya.
7. Penyerahan
Inilah tafsiran yang diberikan oleh Imam Ahmad dan lainnya. Ibnu Qayyim berkata, “Penyerahan adalah ruh, inti, dan hakikat tawakkal. Semua itu dengan menyampaikan semua perkaranya kepada Allah dan mendudukkannya kepada-Nya sebagai yang bersifat permohonan maupun yang lepas dari sifat permohonan, bukan kebencian, dan keterpaksaan.”
Penulis: KH. Sudirman, S.Ag.
(Tokoh Muhammadiyah dan Pembina Yayasan Tajdidul Iman)