- Diantara perbuatan baru yang diada-adakan dalam agama adalah memasang taqwim (bataswaktu) yang disepakati atasnya antara jarak adzan dan iqamah. Seperti mematok seperempat jam untuk jarak waktu dari adzan menuju iqamah atau semisalnya. Perbuatan tersebut hanya akan meluputkan beberapa sunnah di antaranya:
a. Meluputkan kebiasaan berangkat ke masjid lebih awal, dimana orang-orang bermalas-malasan hadir lebih awal karena menunggu iqamah dikumandangkan.
b. Luputnya shalat sunnah qabliyah bagi orang-orang yang baru datang.
c. Meluputkan hak imam dalam pemberian izin untuk iqamah.
d. Meluputkan dalam menjaga kondisi orang-orang yang sedang shalat. Dimana jika mereka menghendaki untuk shalat disegerakan maka shalat disegerakan, dan jika mereka meminta shalat untuk ditunda. Sampai-sampai adakalanya muadzdzin menegakkan iqamah lantaran batas waktu yang ditentukan telah habis, padahal orang-orang masih banyak yang melakukan shalat sunnah, bahkan terkadang shalat seorang di antara yang shalat itu adalah imam masjid tersebut. - Ada beberapa bid’ah lain yang dibuat orang-orang selain dari apa yang telah disebutkan sebelumnya dalam perihal adzan di antaranya:
a. Mengusap kedua mata dengan dua telunjuk jari bagian dalam setelah sebelumnya keduanya dicium ketika muadzdzin mengucapkan Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah. Hadits yang ada tentang itu tidaklah sah.
b. Seperti yang dikatakan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath, “Perkara-perkara baru yang diperbuat oleh muadzdzin sebelum shubuh dan Jum’at berupa bacaan tasbih dan bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak termasuk bagian dari adzan, baik sisi bahasa maupun syariat.”
c. Muadzdzin mengeraskan bacaan shalawat Nabi shallallahu alaihi wa sallam seusai mengumandangkan adzan. Yang demikian ini adalah bid’ah yang munkar. Yang disunnahkan adalah seperti yang telah disebutkan terdahulu bahwa shalawat dan salam kepada Nabi dibaca sir (pelan) tifk keras.
d. Membaca bismillah sebelum adzan.
e. Tathrib (memutus-mutus suara lalu mendayu-dayukannya agar bertambah kemerduannya) dan talhin (melagukan adzan dengan menurut tangga nada tertentu) dalam adzan. Karena hal itu adalah bid’ah yang munkar.
f. Di sebagian negara: Memukul bedug sebelum adzan. - Apabla seseorang mendengar muadzdzin lain mengumandangkan adzan setelah dikumandangkannya adzan pertama, apakah adzan tersebut mesti diikuti (jawab)? Zhahir hadits menunjukkan : Ya! Ia mesti mengikutinya karena keumuman sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam, “Apabila kalian mendengar.” (Syarhu Mumti [2/74] dan al-Majmu’ [3/119])
Penulis: KH. Sudirman, S.Ag.
(Tokoh Muhammadiyah dan Pembina Yayasan Tajdidul Iman)