- Aturan yang serupa juga berlaku ketika muadzdzin mengucapkan di dalam iqamahnya, ‘Qad Qamatish Shalah’ di mana pendengar mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzdzin. Adapun perkataan mereka, ‘Aqamhallahu wa Adamaha (Semoga Allah menegakkan shalat ini dan senantiasa melanggengkannya)’, maka yang demikian itu adalah lemah. Yang benar adalah ia mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzdzin kecuali pada kalimat Hayya ‘Alatain. Sebagaimana yang disinggung pada pembahasan yang lalu.
- Redaksi adzan bersifat tauqifiyyah, maka tidak boleh ada penambahan di dalamnya. Seperti pada ucapan mereka, ‘Asyhadu Anna (Sayyidina) Muhammadar Rasulullah’, karena tambahan lafazh seperti ini adalah bid’ah . hukum yang sama juga berlaku untuk bacaan shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika di dalam shalat. Begitu halnya dengan redaksi doa seusai menjawab adzan, maka tidak dibenarkan adanya tambahan, ‘Addarajatul Aliyatur Rafiah’ dan tambahan, ‘Innaka La Tukhliful Mi’ad’ pada akhir doa.
- Termasuk kekeliruan da;am menjawab adzan adalah kekeliruan sebagian para pendengar adzan yang mendahului muadzdzin dalam beberapa ungkapan di akhir adzan. Dimana ketika muadzdzin mengucapkan, ‘Allahu Akbar-Allahu Akbar’. Mereka pada mnegucapakn ‘La Ilaha Illallah’. Yang benar, mereka mesti mengikuti ucapan muadzdzin kalimat perkalimat.
- Termasuk bagian dari bid’ah adalah dimana salah seorang dari mereka membaca beberapa ayat al-Qur’an sebelum iqamah ditegakkan sebagai peringatan bagi orang-orang yang baru masuk masjid bahwa beberapa saat lagi shalat akan ditegakkan atau semisal ini.
Penulis: KH. Sudirman, S.Ag.
(Tokoh Muhammadiyah dan Pembina Yayasan Tajdidul Iman)