- Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang memasuki masjid yang telah dilaksanakan shalat di dalamnya, jika dia mau dia boleh mengumandangkan adzan dan iqamah. Hal tersebut telah disebutkan secara tertulis oleh Ahmad berdasarkan dengan hadits Anas bahwa ia pernah masuk masjid yang orang-orang telah mengerjakan shalat di dalamnya. Lalu ia memerintahkan seseorang untuk mengumandangkan adzan dan iqamah. Lalu ia mengimami mereka dalam shalat berjamaah.” Jia ia mau, ia boleh mnegerjakan shalat tanpa adzan dan iqamah. (Al-Mughni I/422)
Urwah berkata, “Jika kamu mendatangi suatu masjid dimana orang-orang telah mengerjakan shalat di masjdi itu dan mereka pun telah mengumandangkan adzan dan iqamah, maka adzan dan iqamah yang mereka kumandangkan mencukupi bagi orang yang datang setelah mereka.” Ini adalah pendapat al-Hasan, asy-Sya’bi dan an-Nakha’i, hanya saja al-Hasan berkata, “Yang paling dianjurkan untuk mereka lakukan adalah mengumandangkan iqamah saja. Jika mengumandangkan adzan maka lebih dianjurkan untuk menyamarkan suara, tidak mengeraskannya agar orang-orang tidak terkecoh dengan adzan yang tidak dikumandangkan tidak pada waktunya.” - Muadzdzin diperbolehkan mengumandangkan iqamah di tempat ia mengumandangkan adzan, atau di tempat lainnya. Namun, jika muadzdzin mengumandangkan adzan di luar masjid, maka disunnahkan untuk beriqamah di tempat yang bukan ia mengumandangkan adzan, namun hal itu dilakukan di dalam masjid. Dari Abdullah bin Syaqiq ia berkata, “Termasuk sunnah adalah mengumandangkan adzan di atas menara dan iqamahnya di dalam masjid. Sementara Abdullah pun biasa melakukannya,” (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih)
- Muadzdzin tidak mengumandangkan iqamah hingga imam mengizinkannya, karena Bilal selalu meminta izin kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Penulis: KH. Sudirman, S.Ag.
(Tokoh Muhammadiyah dan Pembina Yayasan Tajdidul Iman)