Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berbicara bagi muadzdzin yang sedang beradzan dalam beberapa pendapat. (Al-Ausath [III/43], Masail Ahmad oleh Abu Dawud [27], Al-Muwaddamah [I/59] dan Al-Umm [I/85])
1. Berbicara pada saat adzan dibolehkan secara mutlak. Ini adalah pendapat al-Hasan, Atha’, Qatadah, dan Ahmad (tapi beliau tidak membolehkan ketika iqamah). Pendapat ini juga diriwayatkan dari Sulaiman bin Shard (dari kalangan sahabat) dan Urwah bin az-Zubair (dari kalangan tabi’in) mereka berargumen dengan dalil-dalil berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ قَالَ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُخْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِي الطِّينِ وَالدَّحْضِ
Dari Abdullah bin Abbas dia mengatakan kepada muadzinnya ketika turun hujan, jika engkau telah mengucapkan “Asyhadu an laa ilaaha illallaah, asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, ” maka janganlah kamu mengucapkan “Hayya alash shalaah, ” namun ucapkanlah shalluu fii buyuutikum (Shalatlah kalian di persinggahan kalian).” Abdullah bin Abbas berkata; “Ternyata orang-orang sepertinya tidak menyetujui hal ini, lalu ia berkata; “Apakah kalian merasa heran terhadap ini kesemua? Padahal yang demikian pernah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku. Shalat jum’at memang wajib, namun aku tidak suka jika harus membuat kalian keluar sehingga kalian berjalan di lumpur dan comberan.” (HR. Bukhari, Muslim)
Diriwayatkan dari Musa bin Abdullah bin Zaid bahwa Sualiman bin Shard [dan dia adalah seorang sahabat] pernah mengumandangkan adzan di pasukannya, lalu ia memberikan perintah kepada sahayanya tentang suatu keperluan ketika sedang beradzan. (Sanadnya shahih, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dengan sanad mu’allaq [II/166-Fath al-Bari]. Da diriwayatkan secara bersambung oleh Ibnu Syaibah [I/212], Ibnu al-Mundzir [III/263], dan Abu Nu’aim (guru al-Bukhari), seperti dalam Fath al-Bari [II/116])
2. Makruh berbicara saat adzan dan iqamah. Ini pendapat An-Nakha’i, Ibnu Sirin, Al-Auza’i, Malik, Ats-Tsauri, Asy-Syafi’i dan Abu Hanifah.
3. Tidak sepatutnya muadzdzin berbicara ketika adzan kecuali yang berkaitan dengan shalat, seperti ucapan: Shallahu fi rihalikum. Ini adalah pendapat Ishaq dan pendapat yang dipilih oleh Ibnu al-Mundzir.
4. Jika muadzdzin berbicara saat mengumandangkan iqamah, maka ia harus mengulanginya kembali. Demikian pendapat az-Zuhri.
Penulis: KH. Sudirman, S.Ag.
(Tokoh Muhammadiyah dan Pembina Yayasan Tajdidul Iman)